Sebuah tulisan Prof+imam suprayogo
Belum lama ini muncul berita yang tidak menyenangkan terkait perlakuan terhadap karya ilmiah. Naskah skripsi, tesis, dan disertasi di suatu perguruan tinggi oleh karena jumlahnya terlalu banyak, atas pertimbangan bahwa daripada menumpuk dan memenuhi gudang, maka akhirnya dijual dengan harga sesuai dengan berat karya ilmiah dimaksud. Mendengar berita karya ilmiah yang dikilokan itu, tidak sedikit orang menyesalkan dan merasakan keprihatinannya.
Atas perlakuan yang tidak menyenangkan tersebut, timbul kesan bahwa seolah-olah orang tidak lagi mau menghargai jerih payah orang yang bekerja di bidang akademik. Padahal menyelesaikan karya ilmiah selalu tidak mudah, harus mendasarkan pada hasil penelitian yang pasti memerlukan tenaga, biaya, waktu, dan tidak sembarang orang mampu menjalankannya. Selain itu, hasil penelitian dalam bentuk apapun, mulai dari skripsi, tesis, dan apalagi disertasi, seharusnya menarik karena selalu berisi hal baru.
Bagi orang-orang tertentu, mendengar berita bahwa di perguruan tinggi sendiri saja memperlakukan hasil karya ilmiah sudah sedemikian rendah. maka pasti akan merasa ada sesuatu yang aneh dan merasa sedih. Karya ilmiah sudah dianggap hanya sebagai sebatas persyaratan formal. Karya ilmiah sudah tidak lagi dianggap perlu dirawat sebaik-baiknya. Jika demikian itu dibiarkan maka mungkin saja dalam waktu yang tidak lagi, bukan saja hasil karya ilmiahnya yang tidak dihargai, tetapi penulis karya ilmiah atau sarjana juga tidak dianggap memiliki nilai lebih.
Sebenarnya tanda-tanda bahwa sarjana semakin tidak dihargai sudah semakin terasakan. Kehadiran sarjana di banyak tempat sudah dianggap tidak lebih penting dibanding uang. Jika karya ilmiahnya masih bisa ditukar dengan uang, sekalipun dengan harga murah, ternyata penyandang gelar sarjana juga tidak selalu mudah mendapatkan kepercayaan. Orang lebih memilih bukan sarjana tetapi memilikki uang dibanding sarjana yang tidak punya uang. Sekalipun seseorang pintar dan bergelar sarjana tidak akan dipilih menjadi pemimpin jika yang bersangkutan tidak memiliki uang. Sebaliknya, sekalipun bukan sarjana tetapi memiliki uang, maka yang bersangkutan akan dipilih menjadi pemimpinnya.
Untuk memahami keadaan yang memprihatinkan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang terkait penulisan karya ilmiah secara lebih mendalam. Bisa saja orang tidak tertarik dengan karya ilmiah yang dimaksudkan itu oleh karena tulisan dimaksud tidak menarik, tidak ditemukan sesuatu yang baru, terasa bahwa karya-karya dimaksud diselesaikan dengan tidak sepenuh hati, terkesan bersifat formalitas, asal-asalan, dan semacamnya. Jika keadaan demikian itu yang terjadi, maka pantas saja karya ilmiah hanya dijadikan isi gudang dan bahkan akhirnya dijual dengan harga sesuai ukuran beratnya.
Sebenarnya jika mau jujur, akibat penyelenggaraan pendidikan tinggi yang tidak selalu mengedepankan kualitas, maka tidak saja kualitas karya ilmiahnya yang dianggap rendah, tetapi juga juga sarjana yang menyusun karya ilmiah itu. Sebagai akibat menerima jumlah mahasiswa yang berlebihan, maka mau tidak mau akan mengorbankan kualitas lulusannya. Hal demikian tersebut juga menggambarkan bahwa kualitas karya ilmiah yang dihasilkan dan bahkan sarjana yang menulis pun juga sudah mulai dipertanyakan. Antara yang bergelar sarjana dengan yang tidak bergelar misalnya, di mata masyarakat sudah mulai terkesan sulit dibedakan, kecuali dari ijazahnya.
Jika gambaran tersebut benar adanya, maka agar perguruan tinggi tetap mendapatkan kepercayaan masyarakat, karya ilmiah dihargai, gelar sarjana tetap menjadi kebanggaaan, maka diperlukan instropeksi dan atau evaluasi diri dari perguruan tinggi secara mendalam dan menyeleruh. Selanjutnya perguruan tinggi seharusnya melakukan pembenahan secara mendasar terhadap berbagai aspeknya. Kepercayaan masyarakat adalah amat penting bagi keberlangsungan institusi, dan tidak terkecuali institusi perguruan tinggi. Jika lembaga perguruan tinggi sudah tidak dipercaya masyarakat, maka akan sangat berbahaya terhadap kekelangsungan hidupnya.
Tidak bisa dibayangkan, bahwa apa yang akan terjadi jika masyarakat sudah tidak lagi mempercayai institusi perguruan tinggi, dan juga bahkan tidak menyadari tentang betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Jika apa yang digambarkan itu benar-benar terjadi maka bangsa secara keseluruhan akan menangung kerugian itu. Kunci kemajuan adalah ilmu, hingga al Qur’an memperingatkan bahwa, Allah akan mengangkat beberapa derajad lebih tinggi bagi orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Manakala kegiatan dan karya-karya keilmuan sudah tidak diangggap penting, maka semangat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan juga akan sulit ditumbuhkan. Akhirnya, kata kuncinya adalah kualitas. Maka, untuk meraih kualitas itu, perguruan tinggi harus berani direvolusi dirinya secara mendasar dan menyeluruh terhadap berbagai aspeknya. Wallahu a’lam
Cek langsung ke https://www.facebook.com/profile.php?id=100009089506651
Tidak ada komentar:
Posting Komentar