Jumat, 06 Mei 2016

Dibalik Isra Miraj




Sekarang kita telah memasuki separo lebih bulan rojab dimana pada akhir bulan ini kita sebagai seorang muslim telah diingatkan kembali sebuah peristiwa besar dalam sejarah umat islam. Sebuah peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup (siirah) Rasulullah SAW yaitu peristiwa diperjalankannya beliau (isra) dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (mi'raj) dari Qubbah As Sakhrah menuju ke Sidrat al Muntaha (akhir penggapaian). Peristiwa ini terjadi antara 16-12 bulan sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah).
Allah SWT mengisahkan peristiwa agung ini di S. Al Isra (dikenal juga dengan S. Bani Israil) ayat pertama: سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Artinya; Maha Suci Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (potongan) malam dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".
Lalu apa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan Isra wal Mi'raj ini? Barangkali catatan ringan berikut dapat memotivasi kita untuk lebih jauh dan sungguh-sungguh menangkap pelajaran yang seharusnya kita tangkap dari perjalanan agung tersebut:

Pertama: Konteks situasi terjadinya

Kita kenal, Isra' wal Mi'raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu). Ketika itu, Rasulullah SAW dalam situasi yang sangat "sumpek", seolah tiada celah harapan masa depan bagi agama ini. Selang beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta Khadijah r.a. dan paman yang menjadi dinding kasat dari penjuangan meninggal dunia. Sementara tekanan fisik maunpun psikologis kafir Qurays terhadap perjuangan semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan pegangan, kehilangan arah, dan kini pandangan itu berkunang-kunang tiada jelas.
Dalam sitausi seperti inilah, rupanya "rahmah" Allah meliputi segalanya, mengalahkan dan menundukkan segala sesuatunya. "warahamatii wasi'at kulla syaei", demikian Allah deklarasikan dalam KitabNya. Beliau di suatu malam yang merintih kepedihan, mengenang kegetiran dan kepahitan langkah perjuangan, tiba-tiba diajak oleh Pemilik kesenangan dan kegetiran untuk "berjalan-jalan" (saraa) menelusuri napak tilas "perjuangan" para pejuang sebelumnya (para nabi). Bahkan dibawah serta melihat langsung kebesaran singgasana Ilahiyah di "Sidartul Muntaha". Sungguh sebuah "penyejuk" yang menyiram keganasan kobaran api permusuhan kaum kafir. Dan kinilah masanya bagi Rasulullah SAW untuk kembali "menenangkan" jiwa, mempermantap tekad menyingsingkan lengan baju untuk melangkah menuju ke depan.
Artinya, bahwa kita adalah "rasul-rasul" Rasulullah SAW dalam melanjutkan perjuangan ini. Betapa terkadang, di tengah perjalanan kita temukan tantangan dan penentangan yang menyesakkan dada, bahkan mengaburkan pandangan objektif dalam melangkahkan kaki ke arah tujuan. Jikalau hal ini terjadi, maka tetaplah yakin, Allah akan meraih tangan kita, mengajak kita kepada sebuah "perjalanan" yang menyejukkan. "Allahu Waliyyulladziina aamanu" (Sungguh Allah itu adalah Wali-nya mereka yang betul-betul beriman". Wali yang bertanggung jawab memenuhi segala keperluan dan kebutuhan. Kesumpekan dan kesempitan sebagai akibat dari penentangan dan rintangan mereka yang tidak senang dengan kebenaran, akan diselesaikan dengan cara da metode yang Hanya Allah yang tahu. Yang terpenting bagi seorang pejuang adalah, maju tak gentar, sekali mendayung pantang mundur, konsistensi memang harus menjadi karakter dasar bagi seorang pejuang di jalanNya. "Wa laa taeasuu min rahmatillah" (jangan sekali-kali berputus asa dari rahmat Allah).

Kedua: Pensucian Hati

Disebutkan bahwa sebelum di bawa oleh Jibril, beliau dibaringkan lalu dibelah dadanya, kemudian hatinya dibersihkan dengan air zamzam. Apakah hati Rasulullah kotor? Pernahkan Rasulullah SAW berbuat dosa? Apakah Rasulullah punya penyakit "dendam", dengki, iri hati, atau berbagai penyakit hati lainnya? Tidak…sungguh mati…tidak. Beliau hamba yang "ma'shuum" (terjaga dari berbuat dosa). Lalu apa signifikasi dari pensucian hatinya?
Rasulullah adalah sosok "uswah", pribadi yang hadir di tengah-tengah umat sebagai, tidak saja "muballigh" (penyampai), melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi "percontohan" bagi semua yang mengaku pengikutnya. "Laqad kaana lakum fi Rasulillahi uswah hasanah".
Memang betul, sebelum melakukan perjalanannya, haruslah dibersihkan hatinya. Sungguh, kita semua sedang dalam perjalanan. Perjalanan "suci" yang seharusnya dibangun dalam suasa "kefitrahan". Berjalan dariNya dan juga menuju kepadaNya. Dalam perjalanan ini, diperlukan lentera, cahaya, atau petunjuk agar selamat menempuhnya. Dan hati yang intinya sebagai "nurani", itulah lentera perjalanan hidup.
Cahaya ini berpusat pada hati seseorang yang ternyata juga dilengkapi oleh gesekan-gesekan "karat" kehidupan (fa alhamaha fujuuraha). Semakin kuat gesekan karat, semakin jauh pula dari warna yang sesungguhnya (taqawaaha). Dan oleh karenanya, di setiap saat dan kesempatan, diperlukan pembersihan, diperlukan air zamzam untuk membasuh kotoran-kotoran hati yang melengket. Hanya dengan itu, hati akan bersinar tajam menerangi kegelapan hidup. Dan sungguh hati inilah yang kemudian "penentu" baik atau tidaknya seseorang pemilik hati.
ألا إن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلحت سير عمله، وإذا فسدت فسدت سير عمله.
Disebutkan bahwa hati manusia awalnya putih bersih. Ia ibarat kertas putih dengan tiada noda sedikitpun. Namun karena manusia, setiap kali melakukan dosa-dosa setiap kali pula terjatuh noda hitam pada hati, yang pada akhirnya menjadikannya hitam pekat. Kalaulah saja, manusia yang hatinya hitam pekat tersebut tidak sadar dan bahkan menambah dosa dan noda, maka akhirnya Allah akan akan membalik hati tersebut. Hati yang terbalik inilah yang kemudian hanya bisa disadarkan oleh api neraka. "Khatamallahu 'alaa quluubihim".
Di Al Qur'an sendiri, Allah berfirman"  قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Artinya: Sungguh beruntung siapa yang mensucikannya, dan sungguh buntunglah siapa yang mengotorinya". Maka sungguh perjalanan ini hanya akan bisa menuju "ilahi" dengan senantiasa membersihkan jiwa dan hati kita, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah sebelum perjalanan sucinya tersebut.

Ketiga: Memilih Susu - Menolak Khamar

Ketika ditawari dua pilihan minuman, dengan sigap Rasulullah mengambil gelas yang berisikan susu. Minuman halal dan penuh menfaat bagi kesehatan. Minuman yang berkalsium tinggi, menguatkan tulang belulang. Rasulullah menolak khamar, minuman yang menginjak-nginjak akal, menurunkan tingkat inteletualitas ke dasar yang paling rendah. Sungguh memang pilihan yang tepat, karena pilihan ini adalah pilihan fitri "suci".
Dengan bekal jiwa yang telah dibersihkan tadi, Rasulullah memang melanjutkan perjalanannya. Di tengah perjalanan, hanya memang ada dua alternatif di hadapan kita. Kebaikan dan keburukan. Kebaikan akan selalu identik dengan manfaat, sementara keburukan akan selalu identik dengan kerugian. Seseorang yang hatinya suci, bersih dari kuman dosa dan noda kezaliman, akan sensitif untuk menerima selalu menerima yang benar dan menolak yang salah. Bahkan hati yang bersih tadi akan merasakan "ketidak senangan" terhadap setiap kemungkaran. Lebih jauh lagi, pemiliknya akan memerangi setiap kemungkaran dengan segala daya yang dimilikinya.
Dalam hidup ini seringkali kita diperhadapkan kepada pilihan-pilihan yang samar. Fitra menjadi acuan, lentera, pedoman dalam mengayuh bahtera kehidupan menuju tujuan akhir kita (akhirat). Dan oleh karenanya, jika kita dalam melakukan pilihan-pilihan dalam hidup ini, ternyata kita seringkali terperangkap kepada pilihan-pilihan yang salah, buruk lagi merugikan, maka yakinlah itu disebabkan oleh tumpulnya firtah insaniyah kita. Agaknya dalam situasi seperti ini, diperlukan asahan untuk mempertajam kembali fitrah Ilahiyah yang bersemayam dalam diri setiap insan.

Keempat: Imam Shalat Berjama'ah

Shalat adalah bentuk peribadatan tertinggi seorang Muslim, sekaligus merupakan simpol ketaatan totalitas kepadaYang Maha Pencipta. Pada shalatlah terkumpul berbagai hikmah dan makna. Shalat menjadi simbol ketaatan total dan kebaikan universal yang seorang Muslim senantiasa menjadi tujuan hidupnya.
Maka ketika Rasulullah memimpin shalat berjama'ah, dan tidak tanggung-tanggung ma'mumnya adalah para anbiyaa (nabi-nabi), maka sungguh itu adalah suatu pengakuan kepemimpinan dari seluruh kaum yang ada. Memang jauh sebelumnya, Musa yang menjadi pemimpin sebuah umat besar pada masanya. Bahkan Ibrahim, Eyangnya banyak nabi dan Rasul, menerima menjadi Ma'mum Rasulullah SAW. Beliau menerima dengan rela hati, karena sadar bahwa Rasulullah memang memiliki kelebihan-kelebihan "leadership", walau secara senioritas beliaulah seharusnya menjadi Imam.
Kempimpinan dalam shalat berjama'ah sesungguhnya juga simbol kepemimpinan dalam segala skala kehidupan manusia. Allah menggambarkan sekaligus mengaitkan antara kepemimpinan shalat dan kebajikan secara menyeluruh: "Wahai orang-orang yang beriman, ruku'lah, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu serta berbuat baiklah secara bersama-sama. Nisacaya dengan itu, kamu akan meraih keberuntungan". Dalam situasi seperti inilah, seorang Muhammad telah membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin bagi seluruh pemimpin umat lainnya.
Baghaimana dengan kita sebagai pengikut nabi muhammad dalam masalah ini? Masalahnya, umat Islam saat ini tidak memiliki kriteria tersebut. Kriteria "imaamah" atau kepemimpinan yang disebutkan dalam Al Qur'an masih menjadi "tanda tanya" besar pada kalangan umat ini. "Dan demikian kami jadikan di antara mereka pemimpin yang mengetahui urusan Kami, memiliki kesabaran dan ketangguhan jiwa, dan adalah mereka yakin terhadap ayat-ayat Kami".
Kita umat Islam, yang seharusnya menjadi pemimpin umat lainnya, ternyata memang menjadi salah satu pemimpin. Sayang kepemimpinan dunia Islam saat ini terbalik, bukan dalam shalat berjama'ah, bukan dalam kebaikan dan kemajuan dalam kehidupan manusia. Namun lebih banyak yang bersifat negatif.

Kelima: Kembali ke Bumi dengan Shalat

Perjalanan singkat yang penuh hikmah tersebut segera berakhir, dan dengan segera pula beliau kembali menuju alam kekiniannya. Rasulullah sungguh sadar bahwa betapapun ni'matnya berhadapan langsung dengan Yang Maha Kuasa di suatu tempat yang agung nan suci, betapa ni'mat menyaksikan dan mengelilingi syurga, tapi kenyataannya beliau memiliki tanggung jawab duniawi. Untuk itu, semua kesenangan dan keni'matan yang dirasakan malam itu, harus ditinggalkan untuk kembali ke dunia beliau melanjutkan amanah perjuangan yang masih harus diembannya.
Inilah sikap seorang Muslim. Kita dituntut untuk turun ke bumi ini dengan membawa bekal shalat yang kokoh. Shalat berintikan "dzikir", dan karenanya dengan bekal dzikir inilah kita melanjutkan ayunan langkah kaki menelusuri lorong-lorong kehidupan menuju kepada ridhaNya. "Wadzkurullaha katsiira" (dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak), pesan Allah kepada kita di saat kita bertebaran mencari "fadhalNya" dipermukaan bumi ini. Persis seperti Rasulullah SAW membawa bekal shalat 5 waktu berjalan kembali menuju bumi setelah melakukan serangkaian perjalanan suci ke atas (Mi'raj).

sumber : http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=731:hikmah-isra-miraj&catid=22&Itemid=101

Panama Papers dan Tax Amnesty

Tulisan Samuesl S. Lusi di kompasiana

Panama Papers memang bikin heboh. Tetapi, nampaknya Jokowi Papers akan lebih heboh, bahkan menggelegar dan lebih membahayakan. Terutama bagi calon dan publik figur di negeri ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) nampaknya selalu dilindungi Tuhan. Bayangkan! Ketika melalui Menpora ia membekukan PSSI banyak pihak geram karena merujuk Anggaran Dasar FIFA dimana pemerintah seharusnya diharamkan campurtangan dalam badan persepakbolaan nasional. Beberapa hari setelah pembekuan itu, lembaga sepakbola dunia itu diterpa bencana korupsi menyebabkan jabatan sejumlah pimpinan tersapu bersih dari kursi keemasannya. Mereka diciduk aparat hukum di Swiss, yang ironisnya pada saat menjelang penyelenggaraan Kongres yang didalamnya direncanakan membahas kasus PSSI. Tekanan politik dalam negeri pun menurun. Meski Ketua PSSI, La Nyalla masih menguji kelincahannya bergerilya, namun seperti petuah bijak moyang kita, “sepandai tupai meloncat akhirnya jatuh jua,” demikian pula La Nyalla akhirnya resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Ia pun menghilang tak tentu rimba dan resmi buron. Demikian pula, ketika awal mewacanakan perlunya menerbitkan Undang-undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) tahun 2015, geliat-geliat bola liar pun rada menggelora. Terutama dari sejumlah kalangan di DPR yang terlihat menolak keras. Entah apa alasannya! Paska bocornya Panama Papers ke publik internasional, yang memuat nama-nama pengusaha berbagai negara yang menyembunyikan kekayaan di luar negeri dengan maksud menghindari membayar pajak ke negara, termasuk Indonesia, Jokowi pun menemukan momentum emas untuk meng-goal-kan visi besarnya: membawa kembali “dana gelap” yang tersimpan di luar negeri. Meski awalnya banyak pihak terkesan kontra, lambat laun mulai memberi dukungan. Ada pula yang masih galau. Juga, ada yang menolak keras. Mungkin karena terkait?   Kebijakan yang diperkirakan akan membawa masuk dana 60-an triliun rupiah kembali ke pangkuan ibu pertiwi itu memberi harapan sebagai suntikan darah segar ke kas negara. Dana itu sangat dibutuhkan oleh pemerintah yang sedang gencar membangun infrastruktur di berbagai pelosok negeri. Inilah sasaran jangka pendek Jokowi. Sasaran 2016. Maka, tanpa membuang peluang, Jokowi dengan tegas menyatakan Panama Papers terkait kebijakan tax amnesty yang hendak diberlakukan pemerintah. Sambil meminta agar DPR cepat membahas dan mensahkan RUU yang drafnya sudah diserahkan pemerintah itu (Baca Disini). Memangnya berapa orang Indonesia yang namanya tercantum di Panama Papers? Seperti dirilis m.tempo.co., setidaknya terdapat 899 individu maupun perusahaan. Sedangkan sumber lain menyebut angka yang jauh lebih besar, yaitu 2.961 (Sumber). Beberapa nama dapat disebutkan antara lain, James Riady, Ketua BPK Harry Azhar Azis, Menteri Rini Soemarno, Menko Polhukham, Luhut Binsar Panjaitan, Pengusaha yang juga bakal calon gubernur DKI 2017 Sandiagoi Uno, Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi "Boy" Thohir dan politikus NasDem Johny G. Plate, beberapa keluarga dekat Jusuf  Kalla, termasuk juga Fifi Lety Indra yang merupakan adik kandung dari Gubernur DKI, Basuki Tjahja Purnama.  Memang, seperti diakui Menteri Keuangan, maupun Wakil Presiden, tidak semua nama yang tercantum di Panama Papers adalah penjahat. Namun, Presiden Jokowi telah membentuk tim untuk melakukan validasi agar mendapatkan data  yang lebih akurat. Sayangnya, di meja DPR pembahasan draf  RUU tersebut terkesan tersendat, tarik ulur sebagai gambaran sikap galau. Sebelumnya DPR nampak bersemangat mendukung, yaitu lewat pernyataan ketua DPR Ade Komarudin, yang menyatakan telah diputuskan dalam Rapat pengganti Bamus pada 10 April 2016 untuk dibahas. Namun kemudian terlihat ada kesan tarik ulur.  Dua pimpinan DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah kemudian mengkritisi sikap Ketua DPR, Ade Komarudin (Akom) yang dianggap memutuskan pembahasan RUU Tax Amnesty secara sepihak. Umumnya pihak yang menolak mempertanyakan, apakah itu pelaksanaan UU ini akan efektif? Apakah ada yang rela membawa masuk dananya kembali ke Indonesia?  Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat asumsi (bukan fakta) harusnya tidak dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Lalu, nasib pembahasannya pun simpang siur. Hingga memasuki masa reses 2-16 Mei 2016, RUU  itu bersama RUU Pilkada, yang seharusnya mendesak, tidak sempat dibahas. DPR menang? Tidak juga!  Seperti sebutan mantan Ketua DPR bermasalah etika, Setya Novanto, Jokowi memang koppig, keras kepala.  Sebutan Novanto tidak keliru! Seperti dilansir http://nasional.harianterbit.com., Presiden Joko Widodo menyatakan akan menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) jika pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) di DPR mandek. "Kita sudah siapkan PP kalau tax amnesty di sana (DPR) punya masalah," kata Presiden usai membuka Indonesia E-Commerce Summit and Expo di Indonesia Convention and Exhbition (ICE) Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (27/4/2016). Artinya, Presiden Jokowi sudah mengantisipasi ketidaksiapan DPR mensahkan RUU tax amnesty, yang menurut pemerintah sangat dibutuhkan saat ini. Rupanya, sebelum Panama Papers diumumkan ke publik Internasional, melalui Menteri Keuangan dan Direktur Pajak, Presiden Jokowi sudah dan sementara Membuat Daftar “para pelanggar pajak,” yang bisa disebut sebagai Jokowi Papers. Jokowi Papers bersumber dari otoritas pajak negara-negara kelompok G-20. Lewat kerjasama bank antar negara itu, Jokowi Papers akan memuat daftar aset milik orang Indonesia yang tidak dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahuanan pajak.  Jadi, "tim kerja Jokowi Papers” menggunakan setidaknya empat sumber, yaitu selain yang sudah disebutkan di atas juga ditambahkan dengan data Panama Papers, data  dari inetelejen via BIN, dan sumber utama yaitu dari Direktorat  Jenderal Pajak (DJP). Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menkeu Bambang Brodjonegoro (kiri), Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugisteadi (kanan), seusai menghadiri Rapat Pimpinan (Rapim) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 2016, Jakarta, Selasa (29/3). Dalam Dialog Publik 30 Maret 2016 di Balai Kartini, Presiden Jokowi menekankan era keterbukaan, dimana data semua bank akan dibuka sehingga di negara mana pun dana seseorang disimpan akan ketahuan. “Kamu simpan uang di Singapura, di Swis, berapa triliun, berapa miliar, kita semua akan tahu. Jadi bapak ibu kalau ada simpanan di Swis, Singapura, Hong Kong, nanti tidak bisa ditutup lagi, jadi bagi yang simpanannya banyak, hati-hati,” demikian Jokowi memberi peringatan keras.  Secara detail Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, seperti dilansir beritateratas.com., menjelaskan bahwa telah disetujui perjanjian Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange System of Information (AEoI) antarnegara oleh forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Turki pada November 2015.  Menurut Bambang, AEoI artinya data-data nasabah perbankan tidak lagi menjadi satu kerahasiaan melainkan bisa diakses oleh otoritas negara manapun dunia.  Sebagai sistem yang mendukung pertukaran informasi rekening wajib pajak antarnegara, melalui sistem ini wajib pajak yang membuka rekening di negara lain akan langsung terlacak oleh otoritas pajak negara asal. Wooooow! Negara-negara anggota G-20 telah menyepakati untuk mengadaptasi ketentuan keterbukaan informasi perbankan itu, yang secara global baru akan dimulai 2018. Namun Indonesia dan sejumlah negara lain memutuskan akan mempercepat penerapannya. Rencananya Indonesia akan berlakukan per  September  tahun 2017. Inilah makna “tzunami” dari Jokowi Papers.  Bom nuklir bagi para penjahat perpajakan, pengemplang pajak! Mengapa? Tahun 2017 adalah momentum Pilkada serentak Gelombang II yang dilakukan di 7 Provinsi,  dan 94 Kabupaten/kota. Artinya, semua bakal calon harus memastikan diri bukan bagian dari penjahat perpajakan. Sebab, nama-nama itu akan dibuka  dan publik mengetahunya. Meski jadwal pilkada Gelombang II dilakukan lebih awal (Februari 2017), sudah pasti nama-nama yang tercantum di Jokowi Papers ketika diumumkan, walau sudah terpilih dan mungkin sudah dilantik sebagai kepala daerah, tentu akan menghadapi masalah serius.   Pun, setelah pilkada serentak Gelombang II tahun 2017 akan segera disusul Pilakada Serentak Gelombang III sekitar Juni 2018. Lalu diikuti Pileg dan Pilpres yang diselenggarakan secara serentak 2019. Bayangkan, semua yang balon kepala daerah, legislatif di tingkat Kabupaten dan Kota, juga DPRI yang jumlahnya puluhan ribu, mesti bersih dari “buku suci” Jokowi tersebut. Kampanye-kampanye politik akan banyak merujuk “Jokowi Papers”  dan rasanya bagi mereka yang namanya terkait sudah pasti menjadi musuh masyarakat dan musuh negara (common enemy). Tidak hanya di situ. Kesempatan untuk menduduki jabatan karier maupun jabatan publik sudah harus bercermin pada “daftar pendosa” di Jokowi Papers itu. Artinya, mereka yang kelak menjadi pemimpin dipastikan bukanlah “penjahat perpajakan,” melainkan pembayar pajak yang dapat dijadikan teladan.  Daftar kekayaan harus jelas dan dilaporkan secara berkala.  Dibawah pemerintahan Jokowi, sebagian besar masyarakat sudah merasakan manfaat langsung dari membayar pajak ke negara, sehingga mereka akan lebih kritis terhadap perilaku sesama warga, apalagi pejabat yang mencoba menghindari pajak.   Bukankah dengan demikian, Jokowi Papers jauh lebih mengerikan daripada Panama Papers? Makanya, pastikan nama Anda pun tidak tercantum didalamnya, kalau ingin menjadi warga negara teladan dalam hal membayar pajak. Terutama bagi yang berkepentingan dengan Pilkada, Pileg, Pilpres, dan jabatan-jabatan publik lainnya, jangan coba-coba! Bagaimana kira-kira dengan anggota DPR, dan pejabat negara lainnya?  
Sumber: (1) Jokowi: Panama Papers Ada Hubungan dengan Tax Amnesty 
(2) Mengapa "Jokowi Papers" Baru Dibuka Tahun 2017? Ini Dia Penyebabnya 
(3) Jokowi Siapkan PP Jika Tax Amnesty Mandek  
(4) “Jokowi Papers”, Lebih Mengerikan Bagi Pengemplang Pajak Indonesia Dibanding “Panama Papers” 

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/semuellusi/jokowi-papers-lebih-membahayakan-daripada-panama-papers_572b4711f4967374048b456


Pengakuan Sandera Abu Sayyaf



Wendi Rakhadian (28) - yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina dan telah dibebaskan pada Minggu 1 Mei 2016 - merekam kenangan baik selama ditahan bersama kelompok yang telah berafiliasi dengan ISIS di Suriah. Menurut Wendi, selama disandera sejak 26 Maret 2016, awalnya mereka begitu ketakutan saat melihat kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
"Jika satu dari kalian bikin masalah, maka semuanya akan kena," kata Wendi menirukan salah seorang anggota Abu Sayyaf, Selasa 3 Mei 2016.

Namun demikian, kesan seram itu ternyata tak sepenuhnya benar. Ternyata saat sudah di daratan dan sejalan waktu. Kelompok bersenjata Abu Sayyaf ternyata tak pernah melakukan kekerasan terhadap Wendi dan sembilan rekannya sesama awak kapal Brahma 12.

"Mereka memperlakukan kami dengan baik dan tidak memberikan kekerasan," kata Wendi. "Sehingga kami merasa aman-aman saja meski sangat cemas dan berharap segera pulang."

Wendi pun mencontohkan salah satu perlakuan baik yang mereka alami. Yakni soal bberbagi rokok. Ternyata, kata Wendi, sandera diperkenankan untuk meminta rokok dengan mereka yang menjaganya. "Kalau ingin merokok, kami minta aja ke anggota Abu Sayyaf bersenjata lengkap yang menjaga kami, dan mereka kasih" ujarnya sambil tertawa.

Perlakuan Sama

Tak cuma itu, menurut Wendi, meski berstatus sandera. Secara prinsip antara sandera dan kelompok bersenjata Abu Sayyaf sesungguhnya sama.

Salah satunya dalam soal makan. Menurut Wendi, tidak ada pembedaan antara sandera dengan mereka yang menyandera. "Kami diperlakukan sama dengan mereka, jika mereka makan kami juga makan dan jika mereka tak makan kami pun ikut pula," katanya.

Meski begitu, Wendi mengaku cukup keletihan selama ditawan Abu Sayyaf. Sebabnya, mereka kerap berpindah-pindah lokasi. "Tempat penyekapan berpindah pindah, kadang di hutan dan kadang di rumah, makanya tak bisa mandi kecuali kalau hari hujan dan di tengah hutan," kata dia.

Mobilitas yang tinggi tersebut, lanjut Wendi, membuat mereka akhirnya tidak bisa membersihkan diri dengan leluasa. Dalam ingatannya, selama 35 hari disandera, Wendi dan rekannya hanya bisa mandi lima kali. Itu pun dengan air hujan yang turun.

Umumnya, kata Wendi, dalam setiap pergerakan, seluruh sandera pasti berjalan kaki dari hutan ke hutan. Sekurangnya selama tiga jam perjalanan. Langkah itu untuk menghindari kejaran militer Filipina.

Hingga akhirnya tiba pada satu waktu, sepuluh sandera dibawa dengan sebuah perahu dan ditambah jalan kaki selama setengah jam, para sandera yang sudah tidak tahu waktu dan tanggal, dibawa ke sebuah truk.

"Waktu itu sekitar siang, setelah berjalan kaki kami melihat sebuah bus yang sudah menunggu, kami pun disuruh naik," paparnya.

Sejam mobil berjalan, mereka pun sampai di sebuah rumah yang ternyata rumah Gubernur Sulu, Abdusakur Toto Tan II yang sudah menunggu dan mempersilakan masuk. Mereka dijamu makan siang dan diberi pakaian ganti.

"Kami dihidangkan makanan, mulai dari ikan gulai, ikan bakar, gulai daging, dan minuman bermacam macam. Bayangkan saja, selama 36 hari makan kami tak jelas, tapi setelah dihidangkan di rumah gubernur Sulu, rasanya ingin menyantap semua," kata Wendi.

Hinga di sore hari, mereka pun dibawa menggunakan mobil ke pangkalan Filipina dan langsung naik helikopter menuju Zamboanga dalam dua jam perjalanan dan kemudian berpindah ke pesawat yang membawanya pulang ke Indonesia.

Meski begitu, Wendi tetap mengaku tidak kapok dengan pembajakan. Putra sulung Aidil dan Asmizar ini mengaku akan tetap jadi pelaut.

"Tidak kapok berlayar. Meski gara gara penyanderaan tersebut mengalami turun berat badan hingga 10 kilogram," tutup dia.

Sumber berita : http://forums.merdeka.com/threads/apa-kata-dunia/46200-beginilah-cerita-sandera-soal-rokok-dan-ramahnya-kelompok-abu-sayyaf.html

Tragis nasibmu Yun



Kasus pemerkosaan disertai pembunuhan yang menimpa seorang siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5 Palak Ulak Tanding, Bengkulu bernama Yuyun (14)  pada tanggal 2 April 2016 jam 13.00 sepulang sekolah,  masih menjadi pergunjingan hangat berbagai kalangan. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh 14 remaja dibawah umur itu dianggap sebagai tamparan keras bagi pemerintah.

Sejumlah pihakpun menyampaikan belasungkawa terhadap siswi malang yang meregang nyawa ditangan pemuda tanggung tidak berperikemanusiaan. Setelah puas menikmati tubuh Yuyun, ke 14 remaja itu dengan kejam membunuh lalu membuang jasad korban ke jurang disekitar perkebunan karet milik warga.

Yuyun Murid Cerdas

Teguh Putrajaya, seorang guru yang merangkap staf tata usaha di sekolah  Yuyun  menggambarkan, gadis berusia 14 tahun itu sebagai sosok yang periang, sederhana, dan senang bergaul.
Yuyun, adalah anak kembar pasangan Yakin dan Yanna yang lahir di Musi Rawas, 18 Maret 2002. Kembaran Yuyun, Yayan, saat ini juga bersekolah di tempat yang sama.

"Yuyun itu murid yang cerdas, sejak kelas VII dia selalu mendapat ranking 1. Sayangnya, satu semester terakhir dia justru mendapat ranking 3, tetapi prestasi belajarnya tidak menurun," ujar Teguh saat dihubungi lewat telepon di Padang Ulak Tanding, Selasa 3 Mei 2016.

Yuyun juga dikenal sebagai siswi yang pandai mengaji dan senang membantu. Kepribadiannya itu membuat Yuyun disegani teman sekolah dan disayangi masyarakat di desanya.

Tatkala laporan karya ilmiah Dipandang murah

Sebuah tulisan Prof+imam suprayogo 
Belum lama ini muncul berita yang tidak menyenangkan terkait perlakuan terhadap karya ilmiah. Naskah skripsi, tesis, dan disertasi di suatu perguruan tinggi oleh karena jumlahnya terlalu banyak, atas pertimbangan bahwa daripada menumpuk dan memenuhi gudang, maka akhirnya dijual dengan harga sesuai dengan berat karya ilmiah dimaksud. Mendengar berita karya ilmiah yang dikilokan itu, tidak sedikit orang menyesalkan dan merasakan keprihatinannya.
Atas perlakuan yang tidak menyenangkan tersebut, timbul kesan bahwa seolah-olah orang tidak lagi mau menghargai jerih payah orang yang bekerja di bidang akademik. Padahal menyelesaikan karya ilmiah selalu tidak mudah, harus mendasarkan pada hasil penelitian yang pasti memerlukan tenaga, biaya, waktu, dan tidak sembarang orang mampu menjalankannya. Selain itu, hasil penelitian dalam bentuk apapun, mulai dari skripsi, tesis, dan apalagi disertasi, seharusnya menarik karena selalu berisi hal baru.
Bagi orang-orang tertentu, mendengar berita bahwa di perguruan tinggi sendiri saja memperlakukan hasil karya ilmiah sudah sedemikian rendah. maka pasti akan merasa ada sesuatu yang aneh dan merasa sedih. Karya ilmiah sudah dianggap hanya sebagai sebatas persyaratan formal. Karya ilmiah sudah tidak lagi dianggap perlu dirawat sebaik-baiknya. Jika demikian itu dibiarkan maka mungkin saja dalam waktu yang tidak lagi, bukan saja hasil karya ilmiahnya yang tidak dihargai, tetapi penulis karya ilmiah atau sarjana juga tidak dianggap memiliki nilai lebih.
Sebenarnya tanda-tanda bahwa sarjana semakin tidak dihargai sudah semakin terasakan. Kehadiran sarjana di banyak tempat sudah dianggap tidak lebih penting dibanding uang. Jika karya ilmiahnya masih bisa ditukar dengan uang, sekalipun dengan harga murah, ternyata penyandang gelar sarjana juga tidak selalu mudah mendapatkan kepercayaan. Orang lebih memilih bukan sarjana tetapi memilikki uang dibanding sarjana yang tidak punya uang. Sekalipun seseorang pintar dan bergelar sarjana tidak akan dipilih menjadi pemimpin jika yang bersangkutan tidak memiliki uang. Sebaliknya, sekalipun bukan sarjana tetapi memiliki uang, maka yang bersangkutan akan dipilih menjadi pemimpinnya.
Untuk memahami keadaan yang memprihatinkan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang terkait penulisan karya ilmiah secara lebih mendalam. Bisa saja orang tidak tertarik dengan karya ilmiah yang dimaksudkan itu oleh karena tulisan dimaksud tidak menarik, tidak ditemukan sesuatu yang baru, terasa bahwa karya-karya dimaksud diselesaikan dengan tidak sepenuh hati, terkesan bersifat formalitas, asal-asalan, dan semacamnya. Jika keadaan demikian itu yang terjadi, maka pantas saja karya ilmiah hanya dijadikan isi gudang dan bahkan akhirnya dijual dengan harga sesuai ukuran beratnya.
Sebenarnya jika mau jujur, akibat penyelenggaraan pendidikan tinggi yang tidak selalu mengedepankan kualitas, maka tidak saja kualitas karya ilmiahnya yang dianggap rendah, tetapi juga juga sarjana yang menyusun karya ilmiah itu. Sebagai akibat menerima jumlah mahasiswa yang berlebihan, maka mau tidak mau akan mengorbankan kualitas lulusannya. Hal demikian tersebut juga menggambarkan bahwa kualitas karya ilmiah yang dihasilkan dan bahkan sarjana yang menulis pun juga sudah mulai dipertanyakan. Antara yang bergelar sarjana dengan yang tidak bergelar misalnya, di mata masyarakat sudah mulai terkesan sulit dibedakan, kecuali dari ijazahnya.
Jika gambaran tersebut benar adanya, maka agar perguruan tinggi tetap mendapatkan kepercayaan masyarakat, karya ilmiah dihargai, gelar sarjana tetap menjadi kebanggaaan, maka diperlukan instropeksi dan atau evaluasi diri dari perguruan tinggi secara mendalam dan menyeleruh. Selanjutnya perguruan tinggi seharusnya melakukan pembenahan secara mendasar terhadap berbagai aspeknya. Kepercayaan masyarakat adalah amat penting bagi keberlangsungan institusi, dan tidak terkecuali institusi perguruan tinggi. Jika lembaga perguruan tinggi sudah tidak dipercaya masyarakat, maka akan sangat berbahaya terhadap kekelangsungan hidupnya.
Tidak bisa dibayangkan, bahwa apa yang akan terjadi jika masyarakat sudah tidak lagi mempercayai institusi perguruan tinggi, dan juga bahkan tidak menyadari tentang betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Jika apa yang digambarkan itu benar-benar terjadi maka bangsa secara keseluruhan akan menangung kerugian itu. Kunci kemajuan adalah ilmu, hingga al Qur’an memperingatkan bahwa, Allah akan mengangkat beberapa derajad lebih tinggi bagi orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Manakala kegiatan dan karya-karya keilmuan sudah tidak diangggap penting, maka semangat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan juga akan sulit ditumbuhkan. Akhirnya, kata kuncinya adalah kualitas. Maka, untuk meraih kualitas itu, perguruan tinggi harus berani direvolusi dirinya secara mendasar dan menyeluruh terhadap berbagai aspeknya. Wallahu a’lam
Cek langsung ke https://www.facebook.com/profile.php?id=100009089506651